Tuesday, April 23, 2013

DALAM BAYANGAN TUHAN ATAu INTEROGASI(BAGIAN I) ARIFIN C NOER

      Untuk Jajang SANDIWARA ini dimulai ketika pintu-pintu teater sudah ditutup dan lampu auditorium sudah dipadamkan. Beberapa saat tidak terjadi apa-apa dalam kegelapan sehingga kemungkinan timbul kegelisahan di antara penonton. Ketak pastian sesekali akan mengusik ketenangan penonton. LAYAR sebelum diangkat ketika lampu –spot menyorot salah satu sudut apron dari mana akan muncul SUTRADARA, atau seseorang yang mengaku sebagai sutradara dalam sandiwara ini. Mula-mula penampilan orang ini formal sekali, tapi lama-lama akan ketahuan juga bahwa dia suka guyon sebagai lazimnya seorang intertainer alias penghibur. 

1. SUTRADARA : Sebagai seorang sutradara saya bertanggung jawab akan kelancaran dan keberesan pemntasan ini, setidak-tidaknya secara fisik. Jadi Saudara-saudara sebelum sandiwara ini saya mulai saya minta dengan sangat tapi hormat agar fihak keamanan gedung teater ini mengamankan terlebih dahuluy tempat ini dan sekitarnya. Saya termasuk di antara orang-orang yang percaya bahwa kebenaran pada dasarnya tidak selaras dengan kekerasan. Barang kali ini bentuk lain dari kepewngecutan tapi saya tetap beranggapan bahwa kelerasan atau cara-cara kekerasan adalah sisa dari sifat kebinatangan manusia dari masa silam kita yang disebut oleh ahli-ahli sejarah sebagai masa prasejarah. Berbeda dengan naluri yang lain yang bernama seks, kekerasan itu sangat tidak menentramkan, sementra seks sebaliknya, tetapi kecuali tentu bagi mereka yang maniak. Atau paling sedikit saya akan memilih seks daripada kekerasan walaupun kadang-kadang sama kerasnya. Pengarang sandiwara ini termasuk di antara orang-orang yang percaya bahwa kebenaran pada dasarnya tidak selaras dengan kebenaran. Salah satu tujuan yang paling ambisius dari sandiwaranya adalah membicarakan dan mendiskusikan kebenaran dan lebih jauh ia berharap kebenaran akan berkenan hadir di dalam pertemuan ini nanti, setidak-tidaknya semangatnya. Selain itu juga untuk menghindari hal-hal dan kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan bersama, dan juga terutama sekali untuk menjaga mereka-mereka yang temperamental atau yang suka kelewat emosional serta punya hobbi ugal-ugalan, maka para petugas keamanan saya minta segera melakukan penggeledahan atas siapa saja yang hadir di sini. Senjata apa saja, baik senjata tajam, senjata api, maupun senjata ghaib berupa sihir, guna-guna, tenung, teluh dan semacamnya harap dibersihkan dari tempat ini. Silakan. Dan sementara itu kewpada para hadirin saya minta kerja samanya, karena jangankan negara, teater pun tak akan berlangsung tanpa suatu kerjasama yang hangat. Segera bermunculan para petugas keamanan dan segera pula mereka melakukan penggeledahan. 

2. SUTRADARA: Sengaja saya menyebutnya dengan istilah kerjasama yang hangat, karena bentuk serta sifat kerjasama itu banyak ragamnya. Ada kerjasama yang terpaksa, kerjasama yang yang diliputi ketakutan, kerjasama yang berpoola penerasan, dan lain-lainnya. Adapun kehangatan berarti saling percaya dan saling percaya adalah benih dari keamanan yang sejati. Tiba-tiba di suatu sudut penonton terjadi keributan antara beberapa petugas. Puncak keributan itu adalah ketika dua orang petugas akan berkelahi dan beberapa orang melerainya. \

3. SESEORANG: ’Kan saya petugas kenapa saya ikut digeledah? Ngawur! 
4. SESEORANG: Lho saya kan Cuma patuh kepada sutradara dan aturan di sini bahwa siapa saja tanpa kecuali musti digeledah. 
5. SESEORANG: La situ siapa yang menggeledah? 
6. SESEORANG: Ya situ! 
7. SESEORANG: Lho kok gitu? 
8. SESEORANG: Ya memang gitu! 
9. SUTRADARA: Sebentar, sebentar. Kok malah yang terjadi anarkhi. Ini bukan kehangatan lagi. Tapi malah terlalu hangat. 

10. SESEORANG: Tapi saya betul, ’kan? Tanpa pandang bulu saya geledah semua. 

11. SUTRADARA: Ya tapi hanya penonton, bukan bulu-bulu petugas. 

12. SESEORANG: O penonton. Bilang dong sedari tadi. Bikin peraturan kok samar-samar. 

13. SESEORANG: Sudah. Jangan panjang-panjang ngedumelnya, nanti lebih panjang ngedumelnya daripada sandiwaranya. Kemudian saat sutradara melihat sekitar tapi tak ada yang terjadi.


14. SUTRADARA: Sudah tentu mereka tak akan bersedia berdiri dan mencatatkan namanya, sebab kalau demikian berarti mereka bukan profesional yang baik. Kalau begitu biarkanlah untuk sementara kita bermimpi sejenak seolah-olah dunia yang Cuma segelintir ini sedang hidup dalam zaman maha tentram maha sejahtera, zaman kehangatan, zaman saling percaya, zaman tanpa intel, tanpa spai tanpa KGB tanpa CIA tanpa ketakutan. Untuk mimpi kita marilah kita semua berdoa sesuai dengan keyakinan kita masing-masing.

Seseorang dengan biola mendekati sutradara.

15. SESEORANG: Musik? 16. SUTRADARA: Belem perla. Sandiwara Belem dimulai. Ini doa sungguhan.

Seseorang mundur sambil minta maaf. Dan sementara itu sutradara memimpin upacara doa. Dan sementara itu pula bermunculan pemain-pemain menempatkan dirinya masing-masing.

17. SUTRADARA : amin 18. PARA PEMAIN: amin Ketika kedengaran suara bayi menangis lampu mulai surut dan kemudian gelap sama sekali. Layar lalu diangkat sementara seluruh pemain bernyanyi, kecuali pemain SANDEK dan DIREKTUR UMUM. 19. NYANYIAN: Beratus-ratus tahun sudah

Kita tak pernah istirahat Betapa panjang ini perjalanan Betapa panjang bayangan Tuhan Betapa nyialaukan cahaya Tuhan Pemain yang memerankan SANDEK lalu bangkit dari kursinya dan selanjutnya ia bicara kepada penonton. Sementara itu pemain lain yang memerankan DIREKTUR UMUM tetap duduk di kursinya mengikuti pembicaraan temannya.

20. SANDEK: Yang paling menyedihkandalam lakon sandiwara ini hádala kenyataan bahwa Sandez, tokoh utama sandiwara ini bukanlah tokoh yang riil. Sebagai tokoh fiktif tentu saja ia memiliki beberapa kelemahan dasar, seperti misalnya segi-segi historisnya. Bahkan kelahiran Sandez boleh dikatakan sebagai dipaksakan, seperti sebuah revolusi. Karena itu pada posisinya yang menurut beberapa kalangan sebagai tidak alami Sandek telah melakukan dua hal besar, yaitu melakukan penyimpangan hukum kejadian, dalam hal ini adalah menyimpangkan arah sejarah bangsa ini, dan kedua sekaligus ini berarti memberikan satu ciri tambahan baru pada pola kepribadian bangsa ini. Para penonton yang terhormat, Sebentar lagi Sandek—yang saya mainkan dalam keadaan tanpa pegangan dan posisi yang labil, malah bisa dikatakan tidak konstan, bagai layaknya sesuatu yang berada pada tingkat prosesing--- sebentar lagi akan dihadapkan kepada Direktur Umum dari manajemen pabrik tempat Sandek bekerja sebagai buruh.

21. DIREKTUR UMUM: Saya Direktur Umum 22. SANDEK : Tidak sulit membedakan beliau dengan saya, bukan? Sebenarnya tidak begitu perlu beliau memperkenalkan diri karena saya yakin siapa pun akan mengenalnya sebagai seorang direktur dari suatu pabrik assembling mobil terbesar di negara ini. Paling sedikit semua orang pasti akan mampu menaksir harga pakaian dan sepatu serta perlengkapan lainnya seperti arloji cincin dan sebagainya. Satu langkah tokoh ini lebih berharga dari beasiswa untuk dua pemuda di negeri ini. Seorang tukang soul sepatu yang langkahnya lebih banyak tidak akan mampu menghitung beaya yang dihabiskan tokoh ini sehari semalam minus makan malamnya di sebuah restouran termewah dari sebuah hotel termewah di negeri ini. Begitu mahal beaya hidup tokoh ini sehingga secara kasar bisa didakwa bahwa ia telah merampas jatah makan bayi-bayi yang kelaparan di lorong-lorong kota di seluruh bumi ini pada satu generasi. Maaf kalau sintimen sosial ini tidak bisa saya tahankan sebelum waktunya. Terus terang sintimen ini sunyi tersimpan dalam lubuk terdalam di hati Sandek. Non Verbal! Namun fikiran seorang aktor telah menghidupkannya dan memberikannya tenaga. 23. DIREKTUR UMUM: Biaya saya mahal karena saya telah membaktikan yang paling mahal milik saya, yaitu akal budi dan daya cipta dan juga keringat! Saya tidak semata-mata mempertaruhkan daging saya tetapi seluruh kekayaan saya. Siapa yang mempertaruhkan sedikit modal ia hanya akan mendapatkan sedikit keuntungan. 24. SANDEK : Sekali lagi saya minta maaf akan keterlanjuran kata-kata saya tadi. Kita belum memasuki adegan perdebatan. Izinkan terlebih dulu saya akan melukiskan sedikit mengenai ruang tempat kita nanti bertemu. 25. DIREKTUR UMUM: Silakan! Lalu DIREKTUR UMUM menyalakan cerutunya sementara PELAYAN masuk menghidangkan segelas air putih. 26. SANDEK : Untuk melengkapi uraian saya akan disorotkan beberapa gambar slide. DIREKTUR UMUM : Saya keberatan Berdiri DIREKTUR UMUM dan seketika menyala matanya. 28. DIREKTUR UMUM: Lakon hanya akan memberikan kesempatan kep[ada kita untuk berbicara dan bukan untuk yang lainnya. Kita akan adu kata-kata adu logika. Adalah tidak adil kalau kamu mempengaruhi sentimen penonton terlebih dahulu sebelum mereka mengetahui duduk persoalannya. 29. SANDEK : Baik, akan saya katakan saja secara singkat kalau begitu. Para hadirin, ruang di mana akan dihadapkan tokoh Sandek adalah ruang kerja DIREKTUR UMUM. Harga bangunan itu lebih mahal daripada sepuluh rumah murah di Depok. Luasnya . . . .. 30. DIREKTUR UMUM: Kamu betul-betul sentimen sekali. Ingat. Kita belum memulai adegan itu. 31. SANDEK: Saya sama sekali tidak mengerti apa yang salah dengan uraian saya tadi. Apakah bohong kalau saya katakan bahwa harga bangunan rumah-rumah di Pondok Indah .... 32. DIREKTUR UMUM: Saya tidak menuduh kamu berbohong. Saya hanya meminta keadilan. 33. SANDEK: Sebentar, sebentar. Yang mempersoalkan keadilan ini siapa sebenarnya? Saya atau Bapak? 34. DIREKTUR UMUM: Persoalan keadialan bukan semata-mata persoalan rakyat jelata, anak muda, tapi persoalan umum. Dan sekali lagi saya ingatkan bahwa adegan sandiwara ini belum dimulai, karenanya tahan diri dulu, tanggalkan dulu pakaian rombeng kerakyatannmu. 35.SANDEK: Kalau itu mau Bapak baik. Sekarang silakan Bapak saja yang memulai adegan ini. 36. DIREKTUR UMUM: Duduk SANDEK LALU DUDUK DI KURSI YANG MENGHADAP MEJA BESAR YANG MENGESANKAN KEANGKERAN ITU. 37. DIREKTUR UMUM: Persoalan pokok dalam adegan pertama sandiwara ini adalah Direktur Umum harus memberikan saran-saran atau persuasi kepada Sandek yang sedang memimpin aksi pemogokan buruh pabrik.

SANDEK seketika bangkit mau protes.

38. DIREKTUR UMUM: Ya, sebaiknya kamu berdiri. Saya kira Sandek tidak langsung duduk. Berdirilah kamu dekat pintu. Lalu Sandek menuju tempat yang dimaksud dan berdiri.

39. DIREKTUR UMUM: Mula-mula sekali Direktur Umum akan menyampaikan saran-saran pribadinya secara simpatik yang dibungkus tawaran-tawaran berupa ngoodwill, kedudukan dan uang. Kalau ternyata nanti gagal kemudian ia akan mengajukan kepada Sandek sederetan peraturan-peraturan Pemerintah, Undang-undang dan lain-lain. Nah, saya kira siapa pun pasti akan menilai bahwa langkah ini adalah sangat bijaksana sekali. Lalu direktur Umum duduk. Salah satu tombol di samping meja dipijitnya.

40. DIREKTUR UMUM: Untuk sementara putuskan semua kontak dengan saya. 41. SUARA GADIS: Juga seandainya…. 42. DIREKTUR UMUM: Putus 43. SUARA GADIS: baik, Pak! Beberapa saat sunyi. SANDEK menunggu saja. SANDEK kini betul-betul telah menjadi dirinya, seorang buruh kasar yang sederhana, lug. Malahan pada beberapa garisnya ia mengesankan kebodohan. 44. DIREKTUR UMUM: Sebelum kita memasuki adegan p[ertama sandiwara ini perlu anda ketahui bahwa sebenarnya Bapak Direktur Umum yang saya mainkan dengan bangga ini sama sekali tidak suka meladeni tetekbengek Sandek. Buat orang tua itu cukup tingkat mandor saja. Masalah upah yang tidak memadai atau kurang beliau yakin bukanlah masalah besar apalagi masalah dasar. Tetapi ketika Sandek menyebabkan barisan pemogokan semaki8n bertambah panjang dan seolah-olah seluruh lapisan masyarakat menyerang semena-mena dasar filsafat yang saya yakini(selama hidup) mulai timbul semangat saya untuk menjelaskan dan melakukan pembelaan. Masyarakat itu suatu kawanan kerbau yang kadang kala tidak tahu apa-apa dan mereka masih mengidap romantika sejarah bahwa kebenaran selalu berpakaian compang-camping atau sederhana seperti nabi-nabi dahulu kala. Camkan baik-baik kata-kata saya: illusi kuno itu! Zaman sudah berubah dengan seluruh perangkat alat-alat dan kaidah-kaidahnya. Atas dasar fikirn inilah kemudian saya memksakan diri untuk tampil dalam sandiwara ini. Sebagai demokrat sejati saya terpanggil untuk berdebat secara sehat menaggapi misyu-isyu yang dilontarkan secara liar oleh oknum-oknum tertentu. Akan saya buktikan segera apa yang ada di balik kostum yang memang harus saya akui sangat mahal ini dan apa pula yang bersembunyi da balik kostum lusuh itu. SANDEK yang ditunjuk kelihatannya semakin ketakutan. Pada saat itu pintu belakang terbuka dan muncul dua oarang pelayan dalam seragam putih-putih dari8 nsuatu hotel mewah menyajikan hidangan makan siang. Makan siang untuk dua orang semakin kikuk saja SANDEK memperhatikan bagaimana pelayan-pelayan itu memenuhi meja dengan makanan. 45. DIREKTUR UMUM: Penampilan saya adalah untuk mewakili filsafat yang sangat memulyakan manusia. Barangkali sangat berlebihan kalau saya mengatakan bahwa manusia itu keajaiban itu sendiri dan sumber enersi yang tak pernah kering.

Pelayan menyalakan dua buah lilin di tengah hidangan yang kelihatan nsudah siap disantap. Tak habis pikir buat SANDEK kenapa lilin-lilin itu dinyalakan padahal ruang cukup terang dan lalat pun seekor tak tam pak. Terakhir yang dilakukan pelayan-pelayan itu adalah berdiri saja di dekat pintu.



46. DIREKTUR UMUM: Filsafat saya juga nanyak mendapat inspirasi dari alam. Karena itu saya begitu yakin akan seni dan ilmu organisasi. Segala sesuatu di alam semesta ini punya fungsi sendiri-sendiri. Adalah salah kalau orang memandang rendah sikap pelayan-pelayan tadi atau menganggap saya lebih tinggi derajatnya hanya karena saya memberikan tip. Fikiran semacam itu kuno. Feodalistis. Padahal yang terjadi barusan adalah bisnis. Yang berlangsung tadi bukanlah hubungan hormat-menghormati melainkan hubungan transaksi biasa. Saya membeli dan mereka menjual. Itu saja. Sudah tentu saya tidak hendak menganjurkan supaya manusia dilepaskan dari kehidupan emosionalnya, tapi saya berani mengatakan bahwa zaman yang penuh dengan emosi-emosian sudah berlalu. Zaman yang kini sedang kita hidupi adalah zaman fikiran. Dalam suasana zaman inilah saya harap pertukaran fikiran antara saya dan Sandek atau dengan siapa saja bisa berjalan. Saya tidak punya senjata kecuali fikiran dan kata-kata.

Ia berpaling dan melihat pada Sandek yang kini sempurna sekali penampilannya sebagai buruh kasar. Satu hal perlu dicatat bahwa sementara seluruh badannya mengesankan keluguan dan kesederhanaan namun pada sorot matanya ada sesuatu yang ‚lain’, entah apa.



47. DIREKTUR UMUM: Sandek juga saya harap demikian. Bukan begitu, Saudara Sandek?

Agak tergagap-gagap menjawab

48. SANDEK: IY - -YA. Maaf tidak saya mengerti apa yang Bapak maksudkan.



DIREKTUR UMUM tersenyum mendengar itu, memahami dengan dalam sikap dan kejujuran orang yang sedang dihadapinya.



49. DIREKTUR UMUM: Saudara jujur sekali. Itulah yang membuat saya menaruh hormat dan mendorong saya mengadakan pertemuan ini.

50. SANDEK : . ... . .. .

1 komentar:

Unknown said...

kelanjutan naskah ini ada gak mas?