Tuesday, April 23, 2013

MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL


Sebentar lagi berkas-berkas di langit akan buyar dan matahari akan memulai memancarkan sinarnya yang putih, terang dan panas. Jalan itu pun akan mulai hidup, bernapas dan debu-debu akan beterbangan mengotori udara.

Jalan itu bukan jalan kelas satu. Jalan itu jalan kecil yang banyak dilalui kendaraan-kendaraan dalam jumlah kecil. Tetapi sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya dan pabrik itu memiliki gedung yang sangat tua. Di depan gedung itulah para pekerja pabrik mengerumuni SMBOK yang berjualan pecel di halaman.

Seorang laki-laki yang sejak malam terbaring, tidur di ambang pintu yang terpalang tak dipakai itu, bangun dan menguap setelah seorang yang bertubuh pendek membangunkannya. Laki-laki itu adalah penjaga malam.

1. PENJAGA MALAM : Uuuuuh, gara-gara pencuri aku jadi kesiangan

2. SI PENDEK : Tadi malam ada pencuri?

3. PENJAGA MALAM : Di sana, di ujung jalan itu! (menunjuk)

4. SI PENDEK : Tertangkap?

5. PENJAGA MALAM : Dia licik seperti belut.(menggeliat lalu pergi)

6. SI PENDEK : (duduk lalu membaca Koran).


SEORANG PEMUDA(ANAK LAKI-LAKI) MEMBAWA BAKI DI ATAS KEPALANYA LEWAT.DIA MENJAJAKAN KUE DONAT DAN ONDE-ONDE. SUARANYA NYARING SEKALI. TAK ADA ORANG MENGACUHKANNYA. BEGITU IA LENYAP SEORANG PEMUDA LEWAT PULA YANG BERJALAN DENGAN PERLAHAN, BERBAJU LURIK KUMAL, SEPATU KAIN YANG SUDAH RUSAK DAN BURUK, WAJAHNYA PUCAT. SEBEBTAR IA MEMPERHATIKAN ORANG-ORANG YANG TENGAH MAKAN LALU IA PERGI DAN IA PUN TAK DIPERHATIKAN ORANG.

GEMURUH MESIN YANG TAK PERNAH BERHENTI ITU, YANG ABADI ITU, MAKIN LAMA MAKIN MENGENDUR DAYA BUNYINYA SEBAB LALU-LINTAS DI JALAN ITU MULAI BERGERAK DAN ORANG-ORANG SEMAKIN BANYAK DI HALAMAN PABRIK ITU. SIMBOK PUN MAKIN SIBUK MELAYANI MEREKA. LIHATLAH!

7. SI TUA : (menerima pecel) sedikit sekali.

8. SIMBOK : (tak menghiraukan dan terus melayani yang lain)

9. SIPECI : Ya, sedikit sekali (menyuapi mulutnya)

10. SI TUA : Tempe dua ratus lima puluh rupiah sekarang.

11. SIKACAMATA : Beras mahal(membuang cekodongnya) kemarin istriku mengeluh

12. SIPECI : semua perempuan mengeluh.

13. SIKURUS : demua orang mengeluh.

14. SIKACAMATA : kemarin sore istriku berbelanja ke warung ke nyonya pungut. Pulang-pulang ia menghempaskan nafasnya yang kesal………………….. Harga beras naik lagi, katanya.

15. SIPECI : Apa yang tidak naik?

16. SITUA : Semua naik.

17. SIKURUS : gaji kita tidak naik.

18. SIKACAMATA : Anak saya yang tertua tidak naik kelas.

19. SITUA : Uang seperti tidak ada harganya sekarang.

20. SIKURUS : Tidak seperti…, ah memang tidak ada harganya.

21. SITUA : (mengangguk-angguk)

22. SIPECI : ya

23. SIKACAMATA : ya

24. SIPENDEK : Menurut saya(menurunkan Koran yang sejak tadi menutupi wajahnya. sebentar ia berfikir sementara kawannya siap mendengar cakapnya). Menurut saya sangat tidak baik kalau kita tak henti-hentinya mengeluh sementara masalah yang lebih penting pada waktu ini sedang gawat menantang kita. Dalam seruan serikat kerja kita pun telah dinyatakan demi menghadapi revolusi dan soal-soal lainnya yang menyangkut Negara kita harus turut aktif dan bersiaga untuk segala apa saja dan yang terpenting tentu saja perhatian kita.

25. SITUA : (menggaruk-garuk)

26. SIPENDEK : Ya, baru saja say abaca dari Koran….nih korannya….bahwa kita harus waspada terhadap anasir-anasir penjajah, kolonialisme. Kita harus hati-hati dengan mulut yang manis dan licin itu. (tiba-tiba batuk dan keselek)…tempe mahal tidak enak rasanya…(menerusksn yang semula) beras yang mahal hanya soal yang tidak lama.

27. SIPECI : ya

28. SIKACAMATA : ya

29. SIPENDEK : ya

30. SITUA : Dulu(batuk-batuk), dulu saya hanya membutuhkan uang sebesar untuk sebungkus nasi.

31. SIPECI : Dulu?

32. SIKURUS : ketika jaman normal

33. SIKURUS : Jaman Belanda.

34. SITUA : ya, jaman Belanda. Untuk sehelai kemeja saya hanya membutuhkan uang sehelai rupiah.

35. SIKURUS : Untuk apa kita melamun, untuk apa kita mengungkap-ungkap yang dulu?

36. SIPENDEK : (makin berselera) Ya, untuk apa? Untuk apa kita melamun? Untuk apa kita menghayal? Apakah dulu bangsa kita ada yang mengendarai mobil? Sepeeda pun ada satu dua orang yang memilikinya. Kalaupun dulu ada itulah mereka para bangsawan, para priyayi, dan para amtenar yang hanya mementingkan perut sendiri saja. Sekarang lihatlah ke jalan raya.

37. SI PENDEK : …Lihatlah Kendal Permai, Stamplat. Pemuda-pemuda kita berkeliaran dengan sepeda motor. Kau punya sepeda? Ya, kita semua punya sepeda. Dan setiap malam kita bisa mendengarkan lagu-lagu dangdut dari radio. Ya?

38. SIKACAMATA : Ya.

39. SI PENDEK : Ya, tidak?

40. SIPECI : Ya.

41. SI PENDEK : Ya, tidak?

42. SITUA : (mengangguk-angguk).

43. SI PENDEK : Sebab itu kita tidak perlu mengeluh, apalagi melamun dan menghayal, sekarang yang penting kita bekerja, bekerja ytang keras.

44. SIKACAMATA : Saya juga berfikir begitu.

45. SI PENDEK : Kita bekerja, dan bekerja keras untuk anak-anak kita kelak.

46. SIKACAMATA : Saya ingin anak saya memiliki yamaha bebek.

47. SI PENDEK : Asal giat bekerja kita bebas berharap apa saja.

48. SIKURUS : Tapim kalau masih ada korupsi? Anak kita akan tetap hanya kebagian debu-debunya saja dari motor yang lewat di jalan raya.

49. SIPECI : Ya.

50. SIKACAMATA : Ya.

51. SITUA : Ya., sekarang kejahatan merajalela.

52. SIKURUS : Semua orang bagai diajar mencuri dan menipu.

53. SIKACAMATA : Semua orang.

54. SIKURUS : Uang serikat kerja kitapun pernah ada yang menggerogoti(melirik kepada SI PENDEK)

55. SIPECI : Ya, setahun yang lalu.(melirik SIPENDEK)

56. SIKACAMATA : Ya, dan sampai sekarang belum tertangkap tuyulnya(melirik SIPENDEK)

57. SITUA : (mengangguk-angguk)

Pemuda muncul lagi, mula-mula ragu lalu ia turut bergerombol dan makan pecel.

58. SIPECI : Sekarang kita sukar mempercayai orang.

59. SIKURUS : Bahkan kita tak kan lagi percaya pada kucing. Kucing sekarang takut pada tikus dan tikus sekarang besar-besar, malah ada yang lebih besar daripada kucing dan ada pula tikus yang panjangnya satu setengah meter dan empat puluh kilo gram beratnya. Tapi yang lebih pahit kalau kucing jadi tikus alias kucing sendiri sama kurang ajarnya dengan tikus.

60. SIPECI : Ya, kucing sekarang malas-malas dan kurang ajar.

61. SIKACAMATA : Dunia penuh tikus sekarang.

62. SIKURUS : Dan tikus-tikus jaman sekarang berani berkeliaran di depan mata pada siang hari bolong.

63. SITUA : Omang-omong perkara tikus, (batuk-batuk) se ada juga orang yang makan tikuis.

64. SIKACAMATA : Bukan tikus, Cindel. Orang Tiongha di tempat saya biasa menelan cindel hidup-hidup dengan kecap, mungkin untuk obat.

65. SITUA : Bukan Cindel, tikus-tikus wirog. Petani-petani sudah sangat jengkel karena diganggu sawahnya, sehingga mereka dengan geram dan jengkel lalu memakan tikus-tikus sebagai lauk, daripada mubazir

66. SIPECI : Ya, sekarang sudah hamper umum di kampong-kampung, bahkan ada juga anjuran dari pemerintah setempat.

67. SIKURUS : (pada SITUA)Enak?

68. SITUA : Ha ?

69. SIKURUS : Sedap ?

70. SITUA : Saya tidak turut makan (tersenyum)



SEMUA TERTAWA, LONCENG BEKERJA BERDENTANG. MEREKA MASING-MASING MENGHITUNG DAN MENYERAHKAN UANG PADA SIMBOK KEMUDIAN PERGI BEKERJA, LEWAT JALAN SAMPING. YANG TERAKHIR ADALAH SI PENDEK.



71. SI PENDEK : Berapa Mbok ?

72. SIMBOK : Apa ?

73. SI PENDEK : Nasi pecel dua, tempe satu, tahu satu, rempeyek satu.

74. SIKACAMATA: Dunia penuh tikus sekarang.

75. SIMBOK : Tujuh puluh lima

76. SI PENDEK : Bon (pergi)

Pemuda menghabiskan makannya dengan lahap sekali , setelah membuang cekodongnya, ia mint air yang biasa disediakan oleh penjualpecel itu. Ia berdiri, merogoh saku celana, ia cemas, saku bajy dirogohnya. Ia masih cemas. SIMBOK memperhatikan dengan biasa.

77. SIMBOK : Ada yang hilang?

78. PEMUDA : Barang kali tidak.

79. SIMBOK : Apa?

80. PEMUDA : Dompet.

81. SIMBOK : Dompet? Ada uang di dalamnya?

82. PEMUDA : Juga surat keterangan penduduk. Tapi (mengingat-ingat) barangkali saya lupa dan tidak hilang. Tadi malam saya mengenakan baju hijau dengan celana lurik hijau. Yang mungkin dompet itu dalam saku baju hijau.... Berapa Mbok?

83. SIMBOK : Nasi dua.

84. PEMUDA : Tempe dua, tahu tiga

85. SIMBOK : Lima ribu

86. PEMUDA : (Seraya hendak pergi) Sebentar saya pulang mengambil uang. Dompet saya dalam saku baju hijau barangkali.

87. SIMBOK : Nanti dulu

88. PEMUDA : Tak akan lebih dari sepuluh menit, segera saya kembali.

89. SIMBOK : Tapi senetar lagi saya mau pergi dari sini.

90. PEMUDA : Tapi dompetku ketinggalan di rumah. Sebentar rumahku tak jauh dari sini.

91. SIMBOK : Ya, tapi sebentar lagi saya akan pergi dari sini.

92. PEMUDA : Sebentar (akan pergi)

93, SIMBOK : (berdiri dan berseru) Hei, nanti dulu. Bayarlah baru kamu boleh pergi

94. PEMUDA : Jangan berteriak. Tentu saja saya akan membayar. Tapi saya mesti ambil uang dulu di rumah. Mbok tidak percaya?

95. SIMBOK : ( diam)

96. PEMUDA : Tunggulah sebentar.Saya orang kampung sini juga

97. Terdengar ada suara : Ada apa mbok

96. SI KURUS : Ada apa Mbok (di jendela) :

97. SIMBOK : Dia belum bayar

98. PEMUDA : Tunggu lima menit.(pergi)

99. SIMBOK : Hai, Dik! Tunggu!

100. PEMUDA : Saya akan mengambil uang . Saya belum membayar makanan saya, sebab itui saya akan pulang mengambil uang saya. Dompet saya ketinggalam.

101. SIKURUS : Ya, tapi jangan main minggat-minggatan.

102. PEMUDA : Saya tidak berniat lari atau minggat, lagi pula saya sudah bilang sama SIMBOK.

103. SIKURUS : SIMBOK mengizinkan.?

104. PEMUDA : Saya Cuma sebentar

105. SIKURUS : SIMBOK memperbolehkan kamu pergi ?

106. PEMUDA : (Diam)

107. SIKURUS : Si8mbok keberatan engkau meninggalkan tempat ini sebelum engkau membayar makananmu.

108. PEMUDA : Bagaimana dapat saya bayar? Dompet saya ketinggalan.

109. SIKURUS : Ya, tapi jangan main minggat-minggatan.

110. PEMUDA : Saya beruang.

111. SIKURUS : (lenyap dari candela, muncul dari pintu samping) Di mana rumahmu?

112. PEMUDA : Dekat.

113. SIKURUS : Dekat di mana?

114. PEMUDA : Di kampong ini.

115. SIKURUS : Ha ?(pada Simbok) Mbok kenal pada anak itu?

116. SIMBOK : Seumur hidup baru pagi ini saya menjumpainya. Tapi peristiwa semacam ini kerap kualami. Dulu saya percaya ada orang yang betul-betul ketinggalan uangnya, tetapi orang-orang sebangsa itu tidak pernah kembali. Seminggu yang lalu saya tertipu dua ribu rupiah. Tampangnya gagah dan meyakinkan sekali waktu itu ia bilang uangnya tertinggal di rumah. Tapi sampai hari ini pecel yang dimakannya belum dibayar. Benar dua ribu rupiah itu tidak banyak, tetapi dua ribu kali sepuluh adalah tidak sedikit. Sekarang saya sudah kapok dan cukup pengalaman.

117. SIKURUS : Baru sekarang ini kau jajan pada Simbok, bukan ?

118. PEMUDA : Ya.

119. SIKURUS : Lalu kenapa kau berani-berani jajan padahal kamu tahu tak beruang,

120. PEMUDA : Saya beruang.

121. SIKURUS : Bayarlah sekarang.

122. PEMUDA : Uang saya ketinggalan.

123. SIKURUS : Kenapa kau berani jajan.

124. PEMUDA : Saya tidak tahu kalau uang saya ketinggalan di saku baju hijau. Dan sekarang saya akan pergi mengambil uang itu.



MUNCUL DI CENDELA SIPECI.



125. SIPECI : Ada apa dia ?

126. SIKURUS : Makan tidak bayar.

127. SIPECI : Siapa ?

128. SIKURUS : Pemuda ini .

129. SIPECI : Dia ? (lenyap dari jendela muncul dari pintu)

130. SIKURUS : Kau bayarlah sebelum orang-orang ramai datang ke sini.

131. SIPECI : Ya, bayarlah. (pada SIMBOK) Berapa dia habis ?

132. SIKURUS : Berapa Mbok ?

133. SIMBOK : tiga ribu rupiah



DUA ORANG ANAK MASUK MEREKA MENONTON



134. SIKURUS : Kenapa jadi diam ?

135. SIPECI : Kenapa ?

136. PEMUDA : Saya tidak niat minggat.

137. SIKURUS : Masih muda sudah belajar tidk jujur. Masih muda sudah belajar makan tanpa jerih payah.

138. SIPECI : Kenapa tidak mau membayar ?

139. PEMUDA : Saya mau membayar, uang saya ketinggalan.

140. SIPECI : Ketinggalan di mana ?

141. SIKURUS : Di bank.

142. PEMUDA : Di rumah.

143. SIKURUS : Di mana rumahmu ?

144. PEMUDA : Di sini.

145. SIKURUS : Di sini di mana ?

146. PEMUDA : Di kampung ini.

147. SIKURUS : Kau warga kampung ini ?

148. PEMUDA : Saya orang baru.

149. SIKURUS : Kau tahu nama kampung ini?

150. PEMUDA : Pegulen

151. SIKURUS : Pegulen? Di RT mana kau tinggal?

152 PEMUDA : Di RT lima.

153 SIKURUS : RT lima betul?

154 PEMUDA : Kalau tidak keliru.

155. SIKURUS : Kalau tidak keliru?

156. PEMUDA : Mungkin saya lupa, saya orang baru.

157. SIKURUS : Baik. Siapa ketua RT lima?

158. PEMUDA : Saya orang baru di kampung ini.

159. SIKURUS : Tentu saja kau harus mengatakan orang baru di kampung ini, sebab kalau kau mengatakan orang lama di kampung ini tentu kau harus menjawab siapa nama ketua RT lima. N Baik, dari mana asalmu?

160. PEMUDA : Muntilan.

161. SIKURUS : Dekat. Nah, kau katakan di mana tempat tinggalmu?

162. PEMUDA : RT lima Pegulen.

163. SIKURUS : RT lima di mana ?

164. PEMUDA : Di RT lima.

165. SIKURUS : Ya, mdi rumah nsiapa.

166. PEMUDA : Dekat bengkel Slamet

167. SIKURUS : Bengkel Slamet, bengkel mobil itu ?

168. PEMUDA : Bengkel sepeda.

169. SIKURUS : O...ya betul, bengkel sepeda. Di mana bengkelnya?

170. PEMUDA : Di dekatnya

171. SIKURUS : Didekatnya?

172. PEMUDA : Di atasnya?

173. SIKURUS : Di sebelahnya.

174. PEMUDA : Ya, di sebelah atas.

175. SIKURUS : sebelah kiri.

176. PEMUDA : o..., rumah siapa itu?

177. SIKURUS : Rumah tukang sepatu

178. PEMUDA : Hapal sekali. Tukang sepatu bsiapa namanya?

179. SIKURUS : E...Mas Narko, Sunarko.

180. PEMUDA : Salah, ternyata kau bohong. Nah sejak sekarang saya akan memanggilmu pembohong. Rumah itu adalah rumah saya, Di muka rumah itu pun rumah simbok ini. Kau bohong.

181. SIKURUS : Kau cerdas sekali, tapi tolol. Rumah itu pun rumah pak Prawiro, bukan rumah Mas Sunarko.

182. PEMUDA : Barang kali namanya Sunarko Prawiro.

183. SIKURUS : Indah sekali namanya. Kau yakin benar nama itu?

184. PEMUDA : Saya tidak begitu kenal namanya.

185. SIKURUS : Tentu saja Pak Prawiro itu sangat tidak kenal padamu.

186. PEMUDA : Tapi saya kenal orangnya dan saya mondok pada istrinya.

187. SIKURUS : Setiap orang yang punya sepatu yang rusak dan buruk seperti sepatumu pasti kenal padanya. Dia tukang sepatu.

188. PEMUDA : Tapi saya betul-betul kenal.

189. SIKURUS : Betul?

190. PEMUDA : Betul.

191. SIKURUS : Betul?

192. PEMUDA : (diam)

193. SIKURUS : Puh! Pembohong. Tampangmu saja sudah mirip bajingan. Pintar kau ngoceh ya? Saya adalah orang yang paling benci pada ketidakjujuran, saya muak. Saya menyesal sekali melihat penipu semuda kau. Tapi sayua terlanjur muak. Saya benci. Kau tahu? Gaji saya sedikit tapi saya tak mau menipu atau mencuri. Ya, tentu saja kau semakin kurus, sebab benar kata Joyoboyo, yang pintar keblinger yang jujur mujur. Sekarang baiklah, bayar atau tidak? Ya, memang sedikit uang tiga ribu rupiah , tetapi bagi saya kejahatan tetap kejahatan dan saya benci dan tetap menyesal, yang melakukan perbuatan hina itu adalah manusia bukan anjing. Dan lebih menyesal lagi Kalau yang mengerjakan nista itu adalah bakal atau calon orang, yaitu kau PEMUDA. Nah, bayar atau tidak? Terus terang!

194. PEMUDA : Saya mau bayar.

195. SIKURUS : Bayarlah!

196. PEMUDA : Uang saya ketinggalan.

197. SIKURUS : Ketinggalan di mana? DI bank? Di kantong Pak Prawiro atau mau mencopet dahulu? Mau belajar jadi garong....biar...cair kepalamu? Syang kumismu jarang kalau panjang dan lebat saya sudah gemetar.

198. PEMUDA : Betul uang saya ketunggalan.

199. SIKURUS : Bohong.

200. PEMUDA : Sungguh

201. SIKURUS : Bohong. Kau tadi sudah bohong sebab itu pun kau pasti pembohong.

202. PEMUDA : Percayalah Mas, kalau saya berbahong....

203. SIKURUS : (memotong) Bohong. Bohong kau....(geram hendak memukul pemuda itu tetapi tiba-tiba ia mengurungkan niatnya). Saya percaya kau adalah manusia, bukan binatang. Saya jadi ingat saudara saya sendiri. Seperti sekarang juga saya merasa parah dalam hati. Waktu itu saya tidak bisa menahan diri lagi sebenarnya, tetapi saya juga mengerti bahwa sauidara itu mesti masuk penjara, sebab ia telah melakukan kejahatan yang kubenci. Tetapi saya tetap merasa parah dan benci akan apa yang berbau ketidakjujuran. Sekarang terus-terang saja mau bayar atau tidak?



DARI PINTU MUNCULLAH SIKAMATA, SITUA DAN LAIN-LAIN, YANG TAK HADIR HANYA SIPENDEK.



204. SI KCAMATA: Ada apa?

205. SIPECI : Makan tidak bayar.

206. SITUA : Siapa, pemuda ini ?

207. SIPECI : Ya, pemuda ini.

208. SI KCAMATA : Segagah ini?

209. SIPECI : Kalau tidak gagah barangkali tidak berani ia menipu(pada pemuda). Hei Pemuda. Kau punya uang tidak?

210. PEMUDA : (lama) punya.

211. SIPECI : Nah, kepa mesti tidak bayar?

212. PEMUDA : Uang saya ketinggalan.

213. SIPECI : Ketinggalan-ketinggalan, lebih baik tidak usah berbohong. Kalau bersikeras semua orang akan mengepalkan tangannya dan darah akan mengotori mukamu nanti. Bayar atau ....

214. PEMUDA : Uang saya ketinggalan

215. SIKURUS : Ketinggalan-ketinggalan, sekarang mengakulah . Kau mau menipu ya!

216. SIPECI : Punya uang tidak?

217. SIKURUS : mengaku.

218. SIPECI : Kau pasti tidak punya uang.

219. SIKURUS : Dan kau mengaku penipu.

220. SITUA : Nah, bilang saja terus terang, jangan kau sakiti badanmu sendiri.

221. SIKACAMATA : Sudah, kawan-kawan, saya yakin dia tdak beruang. Tapi .... Sebab itu lebih baik ia menanggalkan celanya saja. Kalau memang ia berduait tentu ia nanti boleh mengambil celananya kembali. Jadi celanya jadi jaminan. Bagaimana?

222. SIPECI : Ya, lebih baik begitu, semua orang setuju.

223. SIKURUS : Tanggalkan pakainmu

224. PEMUDA : Saya malu

225. SIKURUS : Tidak, kau tidak punya malku. Kau tidak malu makan tidak bayar. Tanggalkan celanamu! Tanggalkan!

226. SIPECI : Cepat!!!

227. PEMUDA : Saya tidak pakai celana dalam.

228. SIKURUS : Bohong, kau pembohong, sebab itu kau pembohong.

229. PEMUDA : Sungguh mati, demi Tuhan. Tentang celana dalam saya tidak berbohong. Kalau saya tanggalkan pantalon saya telanjang. Oh sungguh saya tidak tahu bagaimana saya mengatakannya. Dan tetu saja saya pun tak dapat membuktikannya. Percayalah kalau saya membuka celana akan telanjanglah saya.

230. SIKURUS : Sejak tadi kamu sedang menelanjangi dirimu sendiri dan kau diam-diam telah memberi api pada setiap orang yang telah melihatmu!



TIBA-TIBA SEORANG PEREMPUAN JURAGAN BATIK BERSEDIA MEMBANTU YANG MEMAYUNGINYA MUNCUL DAN IA TAK TERTARIK UNTUK MELIHAT KEJADIAN ITU.



231. PEREMPUAN: (dengan yang nyata-nyata dibuat-0buat ia bicara pada SIKACAMATA) Ada apa to Dik?

232. SIKACAMATA : Nakam kadit mbayar

233. PEREMPUAN: Siapa?

234. SIKACAMATA: S Pemuda ini.

235. PEREMPUAN: O, lalu?

236. SIKACAMATA : Mula-mula ia mau menipu pura-pura akan mengambil uang yang katanya ketinggalan tetapi agaknya dia berbohong. Sebab itu kami sepakat kalau ia menanggalkan celananya untuk mengganti uang atau untuk jaminan kalau memang ia punya uang.

237. PEREMPUAN : Berapa to habisnya ?

238. SIKACAMATA : Berapa Dik?

239. SIKURUS : Tiga ribu rupiah.

240 PEREMPUAN : Ah, sedikit. Baiklah jangan ribut-ribut. Kasihan(mengambil uang dari tasnya) Ini mbok tiga ribu rupiah.

241. SIKURUS : Nanti dulu, Mbakyu. Mbakyu bilang kasihan padanya, sehingga mendorong rasa kasihan Mbakyu untuk membayarnya. Tidak, tidak, saya tidak tersinggung. Saya pun memang kalau tiga ribu rupiah itu sedikit dan saya juga dapat atau siapa saja masih mampu memberi tapi bukan itu soalnya. Kalau Mbakyu kasihan padanya sama halnya seperti Mbakyu membantu melahirkan seorang bandit di tanah kewalian ini. Saya juga maklum, Apa yang Mbakyu lakukan itu mulia, tetapi hal yang mulia juga minta tempat dan saat yang tepat. Dan sekarang saat tidak minta yang sejenis itu. Apa yang kami lakukan sekarang adalah juga kemuliaan, meskipun menampakkan kekasaran dan penghinaan, tetapi ia juga bernama kemuliaan yang diridhoi oleh Allah. Dan jangan lupa saya dan teman-teman di sini atau siapa saja juga mampu kalau berniat memberi anak muda ini uang tiga ribun rupiah, tetapi bukan itu soalnya.

242. SIPEC I : Ya, itu soalnya.

243. SI KACAMATA : Ya.

244. SITUA : (mengangguk-angguk).



TANPA MEMBERI REAKSI APA-APA PEREMP[UAN DAN PEMBANTUNYA PERGI MELANJUTKAN PERJALANAN



245. SIPECI : Sombong benar perempuan itu.

246. SIKURUS : Mau buka celana tidak?

247. PEMUDA : (Diam)

248. SIKURUS : Baiklah, tadi saya sudah berkata dan saya percaya bahwa kau bukan anjing, karenanya kau pasti memiliki rasa malu. Baik sekarang bajumu saja kau tanggalkan!

249. SIPECI : Ya, baju saja.

250. SI KCAMATA : Ya, baju saja.

251. SIPECI : Ayo cepat !!!

252. SITUA : Nah, sebentar lagi kalau mata orang-orang di sini copot dan melotot, maka gemparlah di muka pabrik ini, sebab ada seorang pemuda yang dipukuli ramai-ramaiu oleh orang banyak.

253. PEMUDA : Saya melepaskan baju saya Pak.

254. SIKURUS : Lepaskan!

255. PEMUDA : Saya tidak berkaos

256. SIPECI : Tak peduli, tanggalkan!

257. SIKURUS : Malu, malu! Priyayi kamu? Ha? Tak ber5kaos malu, tapi berani menipu. Laknat kau ini Penipu bagi dirimu sendiri! Lepaskan!

258. PEMUDA : Saya akan melepaskan tapi bukan baju melainkan sepatu.

259. SIPECI : Sepatu kain yang bobol itu? Kau telah membuat dagelanyang lebih menjengkelkan lagi tau?

260. SI KCAMATA: Ya, seratus rupiah saja tak akan ada orang yang sudi m embeli sepatu Abunawas itu.



TIBA-TIBA TERDENGAR GEMURUH SUARA TRUK. MENDEKAT DAN BERHENTI TIDAK JAUH DARI TEMPAT ITU.



261. SI KCAMATA: Nah Pak Sopir datang. Biar dia membereskannya biar tau rasa kalau nanti lengannya sudah dikilir oleh Pak Sopir.

262. SI SOPIR : Ada apa Hah?

263. SIPECI : Makan tak bayar.

264. SI SOPIR : Sikecil ini?

265. SI KCAMATA : Ya, si kecil ini.

266. SI SOPIR : (pada Pemuda) O, sudah kenyang, hah? Terlalu pagi. Matahari masih terlalu rendah untuk dikhianati.(pada si kecil). Lalu akan kita apakan dia ?

267. SIPECI : Ia harus menanggalkan bajunya..

268. SI SOPIR : Begitu semestinya. Lebih baik makan baju daripadsa makan tidak bayar, bukan? Lalu?.

269. SIPECI : Ia menolak melepaskan bajunya

270. SI SOPIR : Itu tidak adil, ia bisa menolak untuk telanjang badan tapi ia makan tanpa bayar seenaknya. Itu tidak adil(pada pemuda). He anak muda. Kau pemuda Indonesia, bukan? Tidak, jangan mengangguk! Kalau kau meng-ia-kan pertanyaan saya kau sama denagn mengatakan bahwa pemuda Indonesia itu diperbolehkan makan di warung tanpa bayar. Tidak tanah ini akan menangis mendengar cerita itu. Denaggarkan! Dulu waktu saya sehabis perang juga pernah menjadi pencopet, tanpa peduli lagi. Tapi malang rupanya tangan ini terlampau kasar sehingga tangan inilebih suka diborgol, dalam penjara. Nah di tempat yang sepi itu aku mengakui bahwa aku telah menyakiti orang, menyakiti hati dari tanah yang kita cintai ini dan pasti Tuhan akan menutup pintuNya bagi orang semacam aku. Sebab itulah setelah aku keluar dari rumah yang baik dan mulia itu, kemudian aku menjadi lebih maklum bahwa kita tak boleh berbuat jahat. Tidak, jangan. Tapiu dengarlah lagi, kau tau, kalau kau berjalan ke arah barat dari arah sini kau akan sampai ke sebuah perempatan, di mana berdiri beberapa batang pohon beringin. Kau tentu sudah tahu di belakang pohon beringin itu berderet asrama. Dan kau tahu asrama apa itu? (lama) Asrama Polisi! Nah, kau suka kuantarkan ke asrama itu.?



2.71 PEMUDA : (diam)

272. SI SOPIR : Suka! Tentu tidak, ya? Nah, Copot bajumu!

273. PEMUDA : Saya malu.

274. SI SOPIR : Jangan malu-malu(keras) Copot!!!

PEMUDA MENANGGALKAN BAJUNYA KEP[ADA SIPECI

275. SIPECI : (menyerahkan bajunya kepada SIMBOK) Simpanlah baju ini Mbok. Nanti kalau ia kembali membawa uang berikan baju ini.

276. SI SOPIR : Beres sudah! Ayolah. Kita bekerja sekarang. Habis waktuku terbuang.



ORANG-ORANG PERGI, MASUK KE DALAM PABRIK KECUALI SISOPIR YANG PERGI KE ARAH DARI MANA IA MUNCUL TADI TAPIU BELUM LAMA DUA LANGKAH ORANG-ORANGH ORANG-ORANG BERGERAK TIBA-TIBA



277. SIKURUS : Saya kira kalau baju itu disimpan Simbok sekarang niscaya kurang aman. Lebih baik baju itu dititipkan pada Abduh yang kerjanya dekat jendela.

278. SIPECI : Baiklah, Mbok. Saya membawa bajunya ke dalam. Kalau ada apa-apa panggillah saya. (menerima baju).

279. PEMUDA : Mbok mula-mula maksud saya tidak akan menipu. Sesudah dua hari ini saya minum air mentah saja. Tidak makan apa-apa.

280. SIMBOK : (diam)

281. PEMUDA : Seminggu yang lalu saya masih di klaten, bekerja di sebuah bengkel. Ya aku tidak cukup dapat makan. Sebab itu aku mencari pekerjaan di sini.

282. SIMBOK : (diam)

283. PEMUDA : Asalku sendiri dari desa, desa yang wilayahnya di gunung kidul, wonogiri. Juga Mbok pun tahu tanah macam apa yang menguasai tanah macam gunung kidul itu. Tanah tandus. Tanah yang tidak mengkaruniakan buah bagi mulut yang papa. Sebab itulah aku turun dan mengembara sampai ke p[esisir utara ini. Tapi jarak selatan sampai ke pesisir utara ini tidak juga memberikan apa-apa. Karenanya aku terus menyusuri ke Barat, ke tanah wali ini, dengan harapan tanah serta rumah di kota ini akan sudi memberi makan saya. Tujuh hari sudah saya di sini dan dua hari sudah saya lapar. Dan p[ada hari ketiga kelaparan saya membawa saya kemari ke tempat Mbok berjualan pecel. Tidak, saya tidak bermaksud menipu. Sekali-kali tidak(menengadah) Tuhan kutuklah aku !

284. SIMBOK : (bangkit dan bergerak) menuju jendela dan berseru) Abduh! Abduh!!!

285. SIPECI : (di jendela) Ada apa Mbok?

286. SIMBOK : Mana baju tadi?

287. SIPECI : Dia membawa uang ?

288. SIMBOK : Tidak, baju itu akan saya bawa ke p[asar, saya jual.

289. SIPECI : Nanti direbut si anak itu lagi.

290. SIMBOK : Tidak, kemarikan saja.

291. SIPECI : Baiklah(lenyap dari jendela) kemudia Simbok menerima baju tadi lewat jendela.

292. PEMUDA : Ya, Mbok sebelum saya memesan nasi pecel tadi saya berjanji pada diri sendiri, saya harus membayar. Entah kapan saja tapi harus bayar. Demi Allah, hukumlah saya. Ya, Mbok kalaupun saya pergi tak kembali ke sini atau kapan saja saya pasti kemari untuk membayar makan saya. Ibu saya mengajarkan kejujuran, dan hukum bahwa bnekerja artinya rahmat, bahwa bekerja artinya makan. hal itu kusadari sejak aku mulai tahu bahwa tanah tempat saya berpijak sangatlah panas, begitu angkuh dan tandus.

293. SIMBOK : (memberikan baju tanpa berkata apa-apa).

294. PEMUDA : Tidak Mbok, bukan maksud saya meminta dikasihani, saya hanya ingin menceritakan dan saya hanya ingin mengatakan bahwa hati hati saya bersih Terhadap baju itu sudah rela dan paham bahwa barang itu patut saya berikan pada Simbok sebagai ganti makanan yang telah saya makan.

295. SIMBOK : Terimalah

296. PEMUDA : Tidak

297. SIMBOK : Terimalah

298. PEMUDA : Tidak

299. SIMBOK : Terimalah!

300 PEMUDA : Mbok percayalah

301. SIMBOK : Saya percaya sebab itu kau harus mau menerima baju itu kembali.

302. PEMUDA : Tapi baju itu bukan milikku lagi. Ibu bilang aku tidak boleh memiliki barang kepunyaan orang lain. Tidak... ada air mata di mata Simbok.

303. SIMBOK : Tidak

304. PEMUDA : Saya tidak tahan melihat orang menangis, meskipun Ibu senantyiasa menangis setiap mkalam. Dan sekarang hanya tinggal tangisnya belaka. Sebab itu telah lewat. Simbok kasihan pada saya lalu menangis? Tidak !

305. SIMBOK : Tidak, saya ingat anak saya

306. PEMUDA : Simbok punya anak?

307. SIMBOK : Ya, satu-satunya, jantan nyang cantik.

308. PEMUDA : Di mana sekarang?

309. SIMBOK : Di sini

310. PEMUDA : Di sini?

311. SIMBOK : Di Kendal. Di penjara

312. PEMUDA : Ha?

313.SIMBOK : Ya, saya pun tak pernah menyangka, anak saya itu akan menjadi pencuri sepeda. Tidak, saya cukup memberi ia makan. Tapi barangkali disebabkan pergaulannya atau barangkali saya salah mengajar atau mendidik dia atau...atau...atau...Oh, saya tidak tahu. Tapi aku tahu dan percaya matamu lain dengan matanya. Saya melihat matamu bening, sebab itu saya yakin kau tidak seperti anak saya. Kau seperti kemenakan saya. Kau pasti...kau pasti anak baik. (tiba-tiba) Akh,cepat terimalah baju ini dan segeralah kau pergi dari tempat ini sebelum penjaga malam sampai kemari.

314. PEMUDA : (menerima baju itu) Baiklah. Terima kasih dan selamat tinggal Mbok.

BEGITU IA LENYAP, MUNCUL PENJAGA MALAM YANG TAMPAK BARU SELESAI MANDI. IA TAMPAK KEDINGINAN.

315. PENJGA MALAM : Minta pecel yang pedes(kedinginan) Katanya tadi ada pemuda yang mau menipu?

316. SIMBOK : (tak begitu acuh) ya

317. PENJAGA MALAM: Bagaimana tampangnya?

318. SIMBOK : Kurus dan cantik.

319. PENJAGA MALAM : Pakai baju lurik?

320. SIMBOK : Ya, kalau tidak salah

321. PENJAGA MALAM: BaJIGUR! Bajigur! Kurang ajar dia. Tapi dia tak jadi menipu di sini bukan? Kemana ia? Jangkrik anak itu! Belut!

322. SIMBOK : Ada apa? Ada apa?

323. PENJAGA MALAM: Pasti dia. Kemarin malam dia juga menipu di sebuah warung di pasar Kauman.

324. SIMBOK : Haa...? (menelan ludah) Ya, Allah.



LANGIT DI ATAS MULAI KOTOR OLEH NAPAS MANUSIA DAN LALU LINTAS PUN MULAI LEBIH RAMAI. SEORANG ANAK LAKI-LAKI MENJAJAKAN ES LILIN LEWAT, TANDA HARI SUDAH SIANG. SUARANYA NYARING, MENYEMBUL DI SELA-SELA KESIBUKAN.
















0 komentar: