Tuesday, April 23, 2013

Tepati Janji di Tengah Himpitan Utang



Merealisasikan cita-cita pendidikan gratis bagi masyarakat, adalah pekerjaan berat bagi pemerintah saat ini. Tapi apa boleh buat, amandemen UU 1945 telah mengikat pemerintah untuk mampu mewujudkan cita-cita itu. Yakni dengan mengalokasikan dana sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN.
Pasal 31 ayat (4) Amandemen UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Hal itu dipertegas dalam Pasal 49 ayat (1) UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional bahwa dana pendidikan dialokasikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.

Pemerintah dan DPR, awal Juli lalu telah menguatkan komitmen tersebut melalui skenario progresif pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,10 persen dari total anggaran pusat yang akan dicapai pada tahun 2009.
Komitmen itu mengikat eksekutif dan legislatif karena nota kesimpulan rapat ditandatangani Ketua Komisi IX DPR Heri Achmadi dan Menko Kesra Alwi Shihab, Mendiknas Bambang Sudibyo, Mendagri Muhammad Ma’ruf, Menpan Taufik Effendi, Men-PPN Sri Mulyani Indrawati, Menag Maftuh Basyuni, dan Menkeu Jusuf Anwar.
"Sekarang kesepakatan itu diperluas dan mengikat. Diharapkan pembahasan menuju anggaran 20 persen itu tidak hanya mulus dan lancar di level komisi saja, tetapi sampai tingkat panitia anggaran dan tingkat pleno DPR," kata Mendiknas.
Skenario ini menguatkan komitmen rapat Komisi VI DPR pada 19 Mei 2004 dimana Mendiknas, Menkeu, Menneg PPN dan Menneg PAN sepakat akan mencapai dana pendidikan 20 persen dari APBN. Angka itu di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
Dalam rapat itu juga ditetapkan anggaran pendidikan berturut-turut mencapai 6,6 persen pada 2004; 9,29 persen pada 2005; 12,01 persen pada 2006; 14,68 persen pada 2007; 17, 40 persen pada 2008; dan 20,10 persen pada 2009. Tahapan tersebut didasarkan pada asumsi dan basis data APBN tahun 2004 serta kenaikan anggaran pendidikan rata- rata 2,7 persen per tahun.

Dalam perjalanannya, alokasi anggaran pendidikan tahun 2005 ternyata meleset dari sasaran. Dari yang dialokasikan sekurang-kurangnya Rp 24,9 triliun, menjadi hanya Rp 21,585 triliun atau sekitar 8 persen dari total APBN. Jumlah itu juga tidak murni 8 persen, karena masih terdapat komponen gaji guru pendidik sebesar Rp 4,3 triliun. Artinya, anggaran pendidikan di luar gaji pendidik hanya Rp 17,2 triliun atau 6,4 persen dari belanja pusat.
Kesulitan keuangan sempat menyebabkan pemerintah melanggar kesepakatan dengan DPR. Dalam perencanaan RAPBN 2006, Bappenas dan Depkeu mematok pagu indikatif anggaran Depdiknas sebesar Rp 25,87 persen. Jumlah itu hanya sekitar 8 persen dari total anggaran pusat, atau jauh di bawah target anggaran pendidikan tahun 2006 sebesar 12,01 persen.
Untungnya, DPR tanggap sehingga alokasi dana pendidikan dalam APBN 2006 dapat dipatok sesuai sasaran semula.
Dengan asumsi dana pembangunan pendidikan nasional tahun 2006 mengacu pada proyeksi 12 persen total belanja pemerintah pusat (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan), pagu indikatif seharusnya mencapai Rp 33,80 triliun. "Bila dikurangi anggaran pendidikan di lingkungan Departemen Agama sebesar Rp 4,20 triliun, dan ditambah anggaran gaji pendidik Rp 4,10 triliun, maka pagu indikatif Depdiknas tahun 2006 menjadi Rp 33,70 triliun," terang Bambang. Jumlah ini yang akhirnya diketok DPR (selengkapnya lihat grafis).

Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kesepakatan tersebut membawa implikasi terhadap struktur keuangan negara selama empat tahun ke depan. Pasalnya, berdasarkan proyeksi Bappenas, biaya investasi dan operasional bidang pendidikan hingga 2009 akan mencapai Rp 210 triliun. Sementara di sisi lain, kata Sri Mulyani, beban cicilan pokok dan bunga utang dalam APBN masih sangat besar.
Pada APBN 2005, alokasi pembayaran utang mencapai 25,10 persen atau sekitar Rp 110,8 triliun. Ini terdiri dari bunga utang dalam negeri Rp 38,84 trilyun, bunga utang luar negeri Rp 25,14 triliun, dan cicilan pokok utang luar negeri Rp 46,84 trilyun. "Ini memang sulit. Pemerintah harus menyeimbangkan kewajiban konstitusi dalam pemenuhan anggaran pendidikan di tengah tingginya cicilan utang dan bunga utang dalam APBN," katanya.
Staf Ahli Mendiknas Bidang Desentralisasi Pendidikan, Ace Suryadi, mengatakan, peningkatan anggaran pendidikan merupakan salah satu cara transformasi sosial. "Bagaimana bisa keluar dari lingkaran kemiskinan kalau tidak berpendidikan," katanya.
Bahkan, pemerintah Vietnam dan Malaysia sukses menerapkan prinsip Presiden Soekarno di era 1960-an, yaitu building nation trough building school (membangun bangsa melalui pembangunan pendidikan). Malaysia dan Vietnam adalah sedikit negara yang telah mengalokasikan 20 persen anggaran belanja untuk pendidikan. (Ibnu Yunianto)

0 komentar: