Wednesday, April 24, 2013

(1)Disekuilibrium, Syam Asinar Radjam


Asap kabut menyelimuti bumi, aras menjadi panik. Matahari terasa semakin dekat. Bumi memang sedang memanggang dirinya. Bulan makin susah terlihat, begitu sabit. Titik api terlihat di sekujur bumi. Walah, penghuni khayangan menjadi panik.
Baladewa turun ke bumi, memantau dengan mata api, di mana telaga-telaga ? tempat para bidadari turun dari bianglala,…Ou, mata seorang dewa pedih, tertancap abu dari telaga. Melesat cepat sang dewa kembali ke aras. Anak manusia mana sebegitu kurang ajar membuat bumi terpanggang ? Apakah Yang Maha Kuasa penyebabnya, Waduh,.. takdir siapa percaya ?
Sekilas yang lalu, para dewa menghirup kiriman udara bersih bumi, para bidadari menikmati sengeng (sunset) di telaga-telaga segar bumi. Selendang mayang panjang sembilannya berwarna-warni membusur di angkasa.
Anak-anak manusia bercengkrama, petani menanam dan menuai. Padi melambai dan menunduk, bujang dan gadis ribang-ribangan, lesung selalu berbunyi dihantam antan, guhong gemercik. Sang Kemare datang dengan khabar baik, tatanan sosial teratur seimbang, hukum berkuasa, tunjuk salah tunjuk ditetak, Oh, tak ada manusia memakan manusia. Bayi-bayi menangis secara wajar, ketika lapar minta susu. Menangis bukan karena terpanggang, dan buah dada ibunya pun tak lagi berisi. Kemarau begitu panjang.
* * *
Siapakah gerangan, anak manusia di atas batu ? Tuak di kanan, gadis di kiri. Dicumbu sepuasnya, O, baumu memabukkan, bidadari mengintip dari awang-awang. Urat geli menggeletar,…
Dia, dia orangnya. Rentasan. Yang empat windu lalu menumbangkan dewan kute. Didahului dengan bertebaran fitnah, hawa jahat bertebaran, pembunuhan bukan hal yang aneh. Kecemasan melanda tujuh kute di utara Muara Cawang. Kematian bersimaharejalela.
Apalah Belalang Kerta Gambir ? apalah Simboer tjahaja? Ketika kesepakatan tak lagi bermakna. Lantas Rentasan naik ke pentas pemerintahan kute, sebagai penguasa tujuh kute. Rentasan muncul sebagai pahlawan, sebagai pembaharu yang dieluh-eluhkan. Lengkaplah, Pemuda yang juga memiliki ilmu awet muda ini lengkap kesaktiannya.
Banyak orang ditoreh beraliran sesat. Harus dipisahkan nyawa dan badannya.
Lambat laun semua berubah. Setiap datang ke pelosok-pelosok kute, rakyat dikumpulkan dulu. Diajari berbicara yang baik dan benar, sebelum bertemu 'Pemimpin sejati'. Pagar-pagar rakyat miskin di poles pewarna. Pondok-pondok diratakan, rumah-rumah dikapuri.
Rakyat hidup dalam masa 'lupa' yang panjang dan gelap. Tak ada cahaya di ujung terowongan. Sekalipun sesekali perlawanan terlihat, hanyalah letupan-letupan kecil yang cepat dipadamkan. Penindasan ini pun didukung para cendekia yang melacurkan pengetahuan pada penguasa. Kepandaian dihargai dengan pangkat dan emas. Kaum Cendikia tak mau kembali ke talang, "Rakyat malas dan tak menguntungkan untuk hidup di sana!" Sergah mereka.
Kekuatan adat, kepercayaan, bersebunyi di balik tirai hitam. Disudut sumpak balai-balai adat, tempat bersembahyang. Berbicara dalam kasak-kusuk. Hanya menghabiskan waktu berprasangka buruk terhadap pemikiran-pemikiran pembaharuan.
Mereka justru membantu pembesar menarik upeti dari setiap musim ngetam, musim berjual getah, berniaga ternak, dan damar.
Dan Para tukang cocok tanam, di pedesaan bukan sekali dua melakukan perlawanan, bersama para pekerja di tempat-tempat usaha serta kalangan terpelajar. Apalah kekuatan. Para begundal Rentasan menguasai semuanya. Menguasai pendidikan, tipuan, persenjataan dan kekuatan seluruh negeri.


0 komentar: