Wednesday, April 24, 2013

(7)Perang, Syam Asinar Radjam



Keduanya bertatapan. Tempat ini adalah ladang pembunuhan empat windu lalu. Orang-orang terkena fitnah sebagai pengikut aliran sesat, diculik, dan tinggal nama. Khabarnya ladang ini menyimpan roh-roh penasaran mereka.
Jelihim menggali kapak perangnya. Ayam jago dihadapkan. Siapakah dia? Dia begitu berani mengembara dalam keterasingan, menentang maut dan penderitaan di padang yang dibanjiri darah, dan yang dari merahnya lautan kesyuhadaan dia mengangkat semangatnya dan tegar menghadapi tantangan. Jago Rentasan mengepak-ngepak sayap besar. Jago terbaik di muka tujuh kute. Bulu kumbang, hitam perkasa. Tajinya ganda, serupa besi hitam. Diasah baik, pecahlah entah berapa batu istimewa. Segala racun mengendap dipangkal hingga ujungnya.
Lawan-lawan terbaik Bulu Kumbang tersungkur kehilangan darah dan bengkak-bengkak. Biasanya Selalu didampingi tujuh dagok yang mengitari arena sabung dari kejauhan. Semuanya haus darah, selalu begitu lawan Bulu Kumbang tersengkang, tujuh anak panah raksasa itu melesat ke darat melemparkan bangkai jago ke angkasa. Bulu-bulu beterbangan, daging dan tulang tercerai berai dimakan binatang bebas racun itu.
Ayam Jalak Juring Kuning bertubuh kecil, bulu jarang, serupa bulu jarum. Jelihim sejenak ragu.
Tapi tak mungkin Redendam memberikan pilihan yang salah.Sang Kemare hinggap di pundak Jelihim. Membisikkan pesan Redendam, bahwa Jalak Juring Kuning adalah anak elang yang diasuh ayam. Meski buruk tampilan, kekuatanya belum tentu kalah dengan kesaktian Bulu Kumbang. Dagok-dagok pun terbang menjauh, melihat sorot mata Jalak Juring Kuning.
Maka sabung pun dimulai. Jelihim dalam rupa tenang. Di hati dia mencemaskan taruhan. Redendam dan rakyatnya di kute 'sempalan'. Rentasan berdiri tersengkang. Tangannya dilipat di depan dada. Kemenangan diatas kepalanya. Bibirnya tertarik ke atas.
Bulu kumbang menerjang. Debu mengepul, Jalak Juring Kuning terseok. Jalak Juring Kuning bengkit lagi, tapi Bulu Kumbang bergerak lebih cepat. Menerjang lagi. Jalak Juring Kuning, terhuyung sedikit. Tidak terkena terjangan, tapi kepakan sayap Bulu Kumbang. Luput sedikit jengger Jalak Juring Kuning, terpatuk musuhnya. Jelihim dalam rupa cemas. Taji Bulu Kumbang menghujam ke arah kepala Lawannya. Sepemanggangan petaling, Lalu perkelahian begitu cepat, hanya debu mengepul dan bayang-bayang hitam mengitari warna kuning pudar.
Dua kali bulan terlihat melintas perkelahian itu tetap berlangsung, bayang-bayang mulai jelas, bayang kuning pudar mengitari warna hitam pekat. 'Ayam kecil' itu menghentak melesat ke atas.
Bulu kumbang bergasing di bawah. Putarannya melubangi tanah. Jalak Juring kuning menghujam ke Bulu Kumbang. 'Ayam besar' itu mempercepat gasingannya, memasang taji kembarnya sebagai tameng.
Juring Bulu Kuning luput serangannya. Oh, tidak memang serangannya ke sejengkal dari gasingan Bulu Kumbang. Menghujam tanah di dekat Bulu kumbang. Melubangi tanah dengan cepat. Menghilang.
Bulu Kumbang masih mempertahankan serangan dari atas. Taji kembarnya berputar cepat tak henti. Tiba-tiba gasingan itu berhenti. Tubuh Bulu Kumbang melesat ke atas.
Darah bercipratan di udara. Tubuh Jalak Juring Kuning melesat dari bawah tanah, bersama debu dan tanah liat. Sayapnya membentuk bor tajam. Melubangi tanah, melubangi bumi, melubangi punggung Bulu Kumbang. Melubangi hati busuknya.
Bulu Kumbang terseok, diam. entah mati.
Rentasan terhenyak, Jelihim langsung menyambar ayam Jalak Bulu Kuring.
Rentasan tertawa,...terbahak keras, "Kau Kalah, Jelihim Malang!" Soraknya jumawa. Orang berduyun dari berbagai kute telah sampai dari perjalanan tiga hari ini, menyaksikan semuanya. Orang-orang itu dari kubu bermacam, kelompok sang sempalan dan kelompok penguasa.
Jelihim tersenyum, kau yang kalah Rentasan," Ujarnya pelan.
"Ayammu menang ! Maka kau kalah, hai Bujang Dungu!" Makinya.
"Aturan macam apa itu, diseluruh Kute ayam menang sabung dia yang menang, sebaliknya juga demikian, hai orang tak tau diri." Jelihim mulai memaki. Orang-orang tertindas selama ini turut memaki kelicikan itu.
Rentasan mendelik. Dia tetap terbahak. 'Aturan di dunia ini aku yang buat, dan tak tahukah kau bahwa undang-undang Kute Muare Cawang yang diakui orang-orang itu, sudah kuganti pagi tadi." Rentasan menciumi Bulu Kumbang dengan suka cita. Lalu melemparkannya ke ujung arena sabung. "Mana lambang kekuasaan di kute kecilmu yang miskin itu. Serahkanlah, supaya tak memperpanjang urusan. Dan jangan sekali lagi kau muncul di tepi telaga, karena kau tak berhak bergaul dengan Redendam. Pecundang."
Jelihim naik Pitam. Dan berkeras tak mau memberikannya. Jelihim menolak takluk. "Alangkah buruknya hatimu! Tak akan kuserahkan rakyatku kepada manusia tak tahu malu sepertimu. sekehendak hati kau ubah peraturan!"
"Jadi maumu apa!" Rentasan mengayunkan kuduk-nya. Rentasan mengelak. Terus terang saja dia tak terampil berkelahi. Cuma memiliki sedikit kemampuan membela diri. Jelihim terkurung kelebatan putih tajam. Dia tak tahu kelemahan orang sakti yang menyerangnya. Peperangan tak terelakkan, banjir darah orang-orang berduyun terjadi,...
Semua orang tahu Rentasan orang nomor wahid untuk kekebalan tubuh.
Jelihim kebingungan. Lari adalah pengecut. Terlintas di ingatan, selempang yang kadang dipakainya mampu membuat bayangan kembarannya. Selempang dua belas itu dilepas. sreeet,..
Perkelahian terlihat terus berlangsung. Jiwa Jelihim melesat ke angkasa. Rentasan terus saja menyerang bayang-bayang yang terlihat tak semakin lemah. Ilmu-ilmu terbaik Rentasan bermunculan. Ilmu racun, tenaga dalam.
Rentasan mengubahnya menjadi macan kumbang. Lawannya sedikit tersudut. Keadaan berbalik, Macan kumbang terlilit Naga,...Macan Kumbang menjadi asap. Naga kebingungan seperti mabuk.
* * *

0 komentar: