Keduanya
bertatapan. Tempat ini adalah ladang pembunuhan empat windu lalu. Orang-orang terkena
fitnah sebagai pengikut aliran sesat, diculik, dan tinggal nama. Khabarnya
ladang ini menyimpan roh-roh penasaran mereka.
Jelihim menggali kapak perangnya. Ayam jago
dihadapkan. Siapakah dia? Dia begitu berani mengembara dalam keterasingan,
menentang maut dan penderitaan di padang yang dibanjiri darah, dan yang dari
merahnya lautan kesyuhadaan dia mengangkat semangatnya dan tegar menghadapi
tantangan. Jago Rentasan mengepak-ngepak sayap besar. Jago terbaik di muka
tujuh kute. Bulu kumbang, hitam perkasa. Tajinya ganda, serupa besi
hitam. Diasah baik, pecahlah entah berapa batu istimewa. Segala racun mengendap
dipangkal hingga ujungnya.
Lawan-lawan terbaik Bulu Kumbang tersungkur
kehilangan darah dan bengkak-bengkak. Biasanya Selalu didampingi tujuh dagok
yang mengitari arena sabung dari kejauhan. Semuanya haus darah, selalu
begitu lawan Bulu Kumbang tersengkang, tujuh anak panah raksasa itu melesat ke
darat melemparkan bangkai jago ke angkasa. Bulu-bulu beterbangan, daging dan tulang tercerai berai dimakan binatang
bebas racun itu.
Ayam Jalak Juring Kuning bertubuh kecil,
bulu jarang, serupa bulu jarum. Jelihim sejenak ragu.
Tapi tak mungkin Redendam memberikan
pilihan yang salah.Sang Kemare hinggap di pundak Jelihim. Membisikkan pesan
Redendam, bahwa Jalak Juring Kuning adalah anak elang yang diasuh ayam. Meski
buruk tampilan, kekuatanya belum tentu kalah dengan kesaktian Bulu Kumbang. Dagok-dagok
pun terbang menjauh, melihat sorot mata Jalak Juring Kuning.
Maka sabung pun dimulai. Jelihim dalam rupa
tenang. Di hati dia mencemaskan taruhan. Redendam dan
rakyatnya di kute 'sempalan'. Rentasan berdiri tersengkang. Tangannya
dilipat di depan dada. Kemenangan diatas kepalanya. Bibirnya tertarik ke atas.
Bulu kumbang
menerjang. Debu mengepul, Jalak Juring Kuning terseok. Jalak Juring Kuning
bengkit lagi, tapi Bulu Kumbang bergerak lebih cepat. Menerjang lagi. Jalak
Juring Kuning, terhuyung sedikit. Tidak terkena terjangan, tapi kepakan sayap
Bulu Kumbang. Luput sedikit jengger Jalak Juring Kuning, terpatuk musuhnya.
Jelihim dalam rupa cemas. Taji Bulu Kumbang menghujam ke arah kepala Lawannya.
Sepemanggangan petaling, Lalu perkelahian begitu cepat, hanya debu mengepul dan
bayang-bayang hitam mengitari warna kuning pudar.
Dua kali bulan terlihat melintas
perkelahian itu tetap berlangsung, bayang-bayang mulai jelas, bayang kuning
pudar mengitari warna hitam pekat. 'Ayam kecil' itu menghentak melesat ke atas.
Bulu kumbang bergasing di bawah. Putarannya
melubangi tanah. Jalak Juring kuning menghujam ke Bulu Kumbang. 'Ayam besar'
itu mempercepat gasingannya, memasang taji kembarnya sebagai tameng.
Juring Bulu Kuning luput serangannya. Oh,
tidak memang serangannya ke sejengkal dari gasingan Bulu Kumbang. Menghujam
tanah di dekat Bulu kumbang. Melubangi tanah dengan cepat. Menghilang.
Bulu Kumbang masih mempertahankan serangan
dari atas. Taji kembarnya berputar cepat tak henti. Tiba-tiba gasingan itu
berhenti. Tubuh Bulu Kumbang melesat ke atas.
Darah bercipratan di udara. Tubuh Jalak
Juring Kuning melesat dari bawah tanah, bersama debu dan tanah liat. Sayapnya
membentuk bor tajam. Melubangi tanah, melubangi bumi, melubangi punggung Bulu
Kumbang. Melubangi hati busuknya.
Bulu Kumbang terseok, diam. entah mati.
Rentasan terhenyak, Jelihim langsung
menyambar ayam Jalak Bulu Kuring.
Rentasan tertawa,...terbahak keras,
"Kau Kalah, Jelihim Malang!" Soraknya jumawa. Orang berduyun dari
berbagai kute telah sampai dari perjalanan tiga hari ini, menyaksikan semuanya.
Orang-orang itu dari kubu bermacam, kelompok sang sempalan dan kelompok
penguasa.
Jelihim tersenyum, kau yang kalah
Rentasan," Ujarnya pelan.
"Ayammu menang ! Maka kau kalah, hai
Bujang Dungu!" Makinya.
"Aturan macam apa itu, diseluruh Kute
ayam menang sabung dia yang menang, sebaliknya juga demikian, hai orang tak tau
diri." Jelihim mulai memaki. Orang-orang tertindas selama ini turut memaki
kelicikan itu.
Rentasan
mendelik. Dia tetap terbahak. 'Aturan di dunia ini aku yang buat, dan tak
tahukah kau bahwa undang-undang Kute Muare Cawang yang diakui orang-orang itu,
sudah kuganti pagi tadi." Rentasan menciumi Bulu Kumbang dengan suka cita.
Lalu melemparkannya ke ujung arena sabung. "Mana lambang kekuasaan di kute
kecilmu yang miskin itu. Serahkanlah, supaya tak memperpanjang urusan. Dan
jangan sekali lagi kau muncul di tepi telaga, karena kau tak berhak bergaul
dengan Redendam. Pecundang."
Jelihim naik
Pitam. Dan
berkeras tak mau memberikannya. Jelihim menolak takluk. "Alangkah buruknya
hatimu! Tak akan kuserahkan rakyatku kepada manusia tak tahu malu sepertimu.
sekehendak hati kau ubah peraturan!"
"Jadi
maumu apa!" Rentasan mengayunkan kuduk-nya. Rentasan mengelak.
Terus terang saja dia tak terampil berkelahi. Cuma memiliki sedikit kemampuan
membela diri. Jelihim terkurung kelebatan putih tajam. Dia tak tahu kelemahan
orang sakti yang menyerangnya. Peperangan tak terelakkan, banjir darah
orang-orang berduyun terjadi,...
Semua orang
tahu Rentasan orang nomor wahid untuk kekebalan tubuh.
Jelihim
kebingungan. Lari adalah pengecut. Terlintas di ingatan, selempang yang kadang
dipakainya mampu membuat bayangan kembarannya. Selempang dua belas itu dilepas.
sreeet,..
Perkelahian terlihat terus berlangsung. Jiwa
Jelihim melesat ke angkasa. Rentasan terus saja menyerang bayang-bayang yang
terlihat tak semakin lemah. Ilmu-ilmu terbaik
Rentasan bermunculan. Ilmu racun, tenaga dalam.
Rentasan
mengubahnya menjadi macan kumbang. Lawannya sedikit tersudut. Keadaan berbalik,
Macan kumbang terlilit Naga,...Macan Kumbang menjadi asap. Naga kebingungan
seperti mabuk.
* * *
0 komentar:
Post a Comment