"Aku tak
tahu apa yang harus aku lakukan, wahai Rame dewa. Andaikan aku boleh
membunuh Rentasan,... maka aku lakukan itu.
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Pemberi hidup, kecuali dengan alasan yang benar," Nasihat dari
langit.
"Lalu bagaimana pilihan harus kutempuh
?"
Terlalu sulit menggambarkan obrolan khayali
Jelihim dan penguasa langit.Hanya mampu tergambar kembali dengan sisa-sisa
kekuatan pengandai-andai bahwa langit bercerita Jelihim dan Rentasan
adalah saudara kandung di langit. Dari indok dan rame dewa yang
sama.
Jelihim mempertanyakan bagaimana dia harus
mematikan Rentasan. Mengingat dia belum pernah membunuh sebelumnya. Dan musuh
ini bukanlah musuh biasa.
Pengadai-andai menceritakan
Jelihim pesan untuk mengiris 'sesuatu' Rentasan. Dan harus dihidupkan lagi, dengan mencukur tiga jalur.
* * *
Jelihim melesat
ke bumi. Selendang berlaga dengan kuduk. Jelihim masuk ke selendang.
Tubuhnya dikerubungi libasan kuduk.
Jelihim menghindar-hindar. Dia teringat
satu rumpun buluh di dekat kute mati. Menghindar untuk bersiasat
bukanlah pengecut. Tubuh kuyuhnya menghindar-hindar, selendang berkibas-kibas,
menyelaputi bayangan tubuh.
Jelihim terbang menjauh, tubuh rentasan
mengejar. Pukulan demi pukulan beruntun dari belakang. Jelihim terbang serupa
gasing. Menghindari tabrakan dengan batu-batu raksasa sekaligus menghindari
serangan di belakang punggung.
Rumpun bambu di
depan muka. Jelihim mempercepat langkahnya, tubuhnya melayang dari debu ke
debu. Rentasan menghentakkan tenaga yang tersimpan. Bayangan tepat di kepala
Jelihim. Serangan berasal dari arah yang sama. Hawa panas tangan Rentasan
membekukan isi kepala Jelihim.
Selang waktu
sejenak saja, dapat menghancurkan isi kepala Jelihim. laki-laki itu menahan
kepalanya dengan kibasan telapak tangan dua belas kali di atas ubun-ubun
kembarnya.
Tak urung tenaga dari atas membuatnya
terguling-guling. Jelihim melanjutkan gulingan
menghindari kilatan bola api dari tangan Rentasan. Jelihim memang tak lebih
lemah dari Rentasan. Tapi dia tak bisa membunuh Rentasan.
Tubuh lelaki
Jelihim bergulingan terus ke rumpun bambu. Daunnya telah gugur terpanggang oleh
tangan Rentasan. Burung sirna sarangnya.
Hanya beberapa
batang yang utuh, yang lain roboh melapuk mengikuti kejatuhan daun. Jelihim menyambar
dan memotongnya dengan ujung kuku, membuat sembilu.
Jelihim
menahan-nahan kuduk dengan bilah sembilu. Jelihim kewalahan. Sembilunya tak
lebih sakti. Tebasan kuduk mengancamnya. Jelhim merendahkan bahu. Sembilu
menyerang arah pusar.
Berhasil, baju
Rentasan tersobek. Tapi pusarnya tak tergores sedikitpun. Rentasan terbahak,
mentertawakan kelucuan gerakan sembilu,...
Srettt,
Jelihim
memotong ujung jari telunjuk Rentasan. Kelengahan itu harus dibayar mahal. Satu
buku jari telunjuk putus. Rentasan tertegun, mukanya merah menahan marah.
Kuduknya mengacung ke atas, membuat gerakan menebas ke Jelihim yang tertegun
tepat sebahu di muka Rentasan.
Tak ada
kesempatan berlari, bukan kesempatan tapi kemampuan Jelihim hilang, kaku dia
melihat darah mengucur,...
"Aahhhhhhkk,..."
Rentasan tersungkur, hilang kekuatannya
terpotong sembilu.
* * *
Dan
orang-orang berhenti berlaga.
0 komentar:
Post a Comment